Kendati baru terbentuk sejak enam tahun lalu, nama Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara tiba-tiba banyak diperbincangkan orang. Keindahan pulau dan alam bawah lautnya, yang diakui dunia internasional sebagai pusat segitiga terumbu karang dunia dan memiliki jenis ikan paling beragam telah menyihir ribuan penyelam untuk menjelajahinya. Ekonomi Wakatobi kemudian menggeliat, infrastruktur banyak dibangun termasuk satu bandara yang menghubungkan Wakatobi dengan Kendari. Semuanya hanya dalam waktu tidak lebih tiga tahun.
Siapa di balik semua itu? Dialah Hugua, Bupati Wakatobi pertama. Mantan pekerja LSM ini, sejak menjabat bupati memang banyak menciptakan terobosan untuk menghidupkan perekonomian di Wakatobi. Puluhan penghargaan sudah diterimanya, dan yang terbaru adalah MDG’s Award 2009 dari Menko Kesra. Hugua dianggap berhasil mengembangkan pariwisata sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, meski itu bukan tanpa masalah.
Salah satunya adalah programnya tentang pembatasan penangkapan ikan lewat sistem zonasi. Dengan sistem itu, sebagian besar warga Wakatobi yang penghidupannya berasal dari laut, tidak akan lagi bisa seenaknya mengambil hasil laut. Hugua beralasan, semuanya sudah dibicarakan dengan warga, dan kesadaran menjaga kehidupan laut juga berasal dari mereka.
Wakatobi yang namanya diambil dari nama depan empat pulau terbesar di wilayah itu yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko, 18 Desember 2009 lalu tepat berusia enam tahun. Hugua menyelenggarakan simposium internasional tentang manajemen pelestarian terumbu karang dan sumber-sumber kelautan. Acara itu diikuti sejumlah lembaga internasional dan puluhan bupati daerah pesisir, dan sejumlah wartawan. Sehari setelahnya, Hugua menerima Ezra Sihite dan Rusdi Mathari dari Koran Jakarta untuk sebuah wawancara. Berikut petikannya:
Mulai tahun ini pelestarian terumbu karang di Wakatobi dimasukkan ke dalam APBD. Kenapa?
APBD ini sebetulnya hanya bagian dari bukti pernyataan tentang keprihatinan, kepedulian. Sejak Kabupaten Wakatobi terbentuk, sudah ada ke arah situ. Perhatian kita semakin serius setelah beberapa LSM internasional seperti WWF, dan LSM lokal seperti Sintesa, Yayasan Terumbu Karang juga masuk ke Wakatobi. Mereka itu memberi kontribusi terhadap perkembangan lingkungan di sini.
Karena Wakatobi mempunyai anggaran tahunan maka sejak itu konservasi dicanangkan. Itu tahun 2003. Masalah konservasi ini lebih pada kebijakan, pembangunan yang memihak pada perlindungan kawasan dan mendorong masyarakat. Anggarannya tidak harus besar karena anggaran terbesarnya tetap untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan sisanya yang lain.
Jadi konservasi terumbu karang masuk infrastruktur?
Masuk infrastruktur dan semua komponen pengelolaan yang lain.
Lalu langkah konkret mendorong masyarakat itu, apa?
Jadi yang kita kerjakan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran. Mereka mengerti bahwa masa depan mereka yang pertama itu adalah terumbu karang. Oleh karena itu, mereka wajib melindunginya karena Wakatobi ini 97 persen laut dan hanya 3 persen darat. Dari 1,4 juta hektare, 118 ribu hektare merupakan terumbu karang dan sisanya laut dalam.
Caranya bagaimana?
Melalui rembuk desa, pelatihan dan penyuluhan. Di rembuk desa, ada fasilitator yang menerangkan makna lingkungan dan menyadarkan mereka. Setelah mereka sadar, dibuat komitmen perlindungan kawasan swakarsa. Dari sana dibuat no take zone, kawasan yang tak bisa diambil. Kemarin di Tomia ada batas-batasnya dan ada papan namanya, ini enggak boleh dijamah. Jadi enggak ada yang berani menyelam tapi sekarang belum terlalu ketat.
Menyelam pun tidak boleh?
Selam boleh tapi yang tak boleh adalah diambil dan dieksploitasi, kecuali mendapat persetujuan dari mereka.
Mereka itu siapa?
Masyarakat tadi. Jadi mereka sepakat, panjang pesisir kira-kira kalau 10 km maka yang no take zone katakanlah 1 km. Itu yang saya katakana, setelah sadar mereka membangun komitmen dan membuat organisasi di desanya. Kalau ada yang mau menyelam di kawasan, maka mereka akan datang bilang, “Bagaimana mas, ada yang bisa dibantu?”. Bahkan kita harapkan nanti ada fee yang harus dibayar kepada kelompok itu biar mereka lebih mengerti dan kontribusinya langsung ke masyarakat. Sebelum itu yang kita lakukan zonasi.
Itu berarti, masyarakat nelayan juga tidak bisa lagi mengambil hasil laut?
Justru itu. Saya bilang sama mereka, penduduk kita kan 100.563 jiwa. Berarti untuk Wakatobi saja minimal 100.563 ekor ikan setiap hari, besar kecil itu rata-rata. Itu kalau satu, biasanya dua. Bisa juga jadi 20 untuk satu orang kalau ikannya kecil. Jadi kalau Anda bayangkan setiap hari kita ambil sebanyak itu, dikalikan minimal dua untuk makan siang dan malam, bisa dibayangkan? Kalau ikan terus berkurang bagaimana? Itu kan masa depan?
Saya bisa mengatakan di sini tidak ada kemiskinan. Karena indikator kemiskinan sebetulnya ilusi, sebuah barang yang tak pernah diketahui wujudnya. Kalau di Wakatobi, di mana ada kelaparan? Saya tak tahu, karena tidak mungkin ada kelaparan di sini. Di sini masyarakat ambil ubi di kebun dan ikan di laut, dan tidak ada urusan dengan inflasi di Jakarta . Mau harga telur dinaikkan, silakan, kami tak ada urusan. Sebab kami tergantung pada sumber alam yang saya ceritakan tadi:. Ambil ubi di kebun dan ambil ikan di laut, selesai. Lalu kemiskinan itu di mana? Itu saja esensinya.
Pelarangan-pelarangan mengambil ikan itu sudah dimulai?
Sebetulnya bukan pelarangan, ini komitmen mereka. Karena kalau tidak seperti itu, tidak ada lagi yang menyediakan. Kalau memang tidak ada zonasi, Anda juga bisa ke sana .
Sistem zonasi ini diterima oleh para nelayan Wakatobi?
Dalam tanda kutip, persoalannya level pemahaman berbeda. Dan tidak bisa membiarkan mereka mengerti ini hanya dengan cara pandang mereka. Pada dasarnya harus ajarkan mereka dengan cara pandang baru karena mereka akan memasuki nilai baru. Orang dengan cara pandang lama tidak akan mau ada aturan padahal tekanan manusia sudah makin ramai.
Cara pandang lama itu seperti apa?
Anda lihat, di sini banyak yang tidak berpendidikan dibanding yang berpendidikan. Generasi 40-an dan 50-an akan mengatakan kenapa Anda atur, dari dulu tak pernah diatur. Ya, karena Anda hidup dengan cara pandang masa lalu dan kalau begitu, maka matilah aku. Jadi kita harus ikuti cara pandang baru menuju dunia baru, resources terbatas tapi orang sudah ramai.
Mereka mengambil ikan untuk konsumsi sendiri atau untuk dijual?
Untuk sendiri dan kalau dijual untuk kepentingan lokal, pasar. Masih tradisional dan saya happy dengan itu.
Artinya selama ini tidak masif?
Enggak masif, walaupun ada beberapa yang masif, bukan masif sebenarnya, tapi dikatakan itu keramba. Tapi itu pun jumlahnya saya kontrol, kalau kebanyakan maka saya bilang tutup, banyak dulu keramba tapi sekarang hanya beberapa.
Lalu apa masalahnya, sehingga perlu dilarang?
Kalau sekarang bertanya ke WWF, sekarang ini terjadi perbaikan. Tanya para peneliti, pasti jumlah ikan yang beredar lebih banyak dari empat atau lima tahun lalu. Why? Karena kita sudah memberikan perhatian kepada masyarakat. Kami dari pemerintah, di masjid dan di mana saja, juga berbicara soal ini dan masyarakat ambil tindakan. Jadi istilah saya, tindakan pertama lebih penting dibandingkan banyak tindakan yang masih direncanakan. Dan itulah Wakatobi.
Kalau pengambilan itu dibatasi, apa pilihan yang diberikan pemerintah ke masyarakat?
Sebetulnya kita tidak pernah membatasi tapi teknologi dan batas cara pandang mereka seperti itulah untuk sekarang. Saya pernah memberikan kapal penangkap ikan, harganya sekitar 60 sampai 80 juta. Begitu kita beri, dibilang jaringnya kurang lalu minta sama kita. Jangkar putus minta lagi dan akhirnya kalau kita enggak bisa lagi, mati kita ini. Kita sudah kasih makan, kita suap, kita kasih lagi sendok. Semua kapal itu akhirnya enggak dipelihara, padahal saya ingin meningkatkan hasil tangkapan mereka. Mereka tetap pergi memancing dan kapalnya ditinggalkan.
Wakatobi ke depan itu, akan disulap sebagai lokasi pariwisata, konservasi atau keduanya?
Visi kita ada dua sektor, perikanan-kelautan dan pariwisata. Ini coastal resort management, family planning, waste water management, good governance. Tujuannya agar indeks pembangunan manusia bisa dihitung. Jadi prioritas kita itu perikanan-kelautan dan pariwisata. Ini dua prioritas saja, lingkungan di mana? Lingkungan jadi ideologi dan meliputi semuanya.
Itu berlangsung sejak enam tahun?
Oh tidak, tiga tahun, sejak saya menjadi bupati.
Sudah ada hasilnya selama tiga tahun itu?
Sangat. Nanti bisa bicara dengan ketua Bappeda saya, berapa terjadi peningkatan human income dan human development index, juga nilai pendidikan. Makanya Wakatobi mendapatkan MDG’s Award karena human development index –nya, terutama yang income, education dan regional as international cooperate-nya meningkat.
Apa lagi yang ingin dijual dari Wakatobi selain terumbu karang dan menyelam?
Kita tekankan bawah laut dan atas laut yaitu darat, budaya di sini. Suku-suku di sini banyak. Kita juga banyak gua-gua air dan ada peninggalan sejarah abad ke-15 dan masih banyak lagi. Di sini ada pulau yang dikenal sebagai pulau Blacksmith, tukang besi yang benar-benar orisinal, tempatnya di Pulau Binongko. Itu yang tidak dimiliki daerah lain.
Targetnya berapa lama, hingga pariwisata Wakatobi bisa dikatakan mapan?
Target kita tahun 2010 terjadi peningkatan dari hari ini. Sebelum ada bandara yang ada baru datang 3 ribuan turis, tapi setelah ada bandara jadi 6 ribuan wisatawan setahun. Setelah itu mungkin peningkatannya enggak akan banyak karena load pesawat, faktor tempat menginap dan sebagainya .
Tidakkah pariwisata terkadang bisa memengaruhi kultur dan budaya masyarakat?
Justru karena itulah diberikan visi ini, visi Wakatobi itu surga nyata bawah laut di pusat segitiga karang bumi. Keindahan ekologi bawah laut itu menjadi kekuatan ekonomi di darat, economy to ecology. Kalau ekonomi di darat sudah terbuka, dengan perkiraan income bisa 450 dollar AS per household per month. Target saya ada 45 resort. Bandara sudah ada tinggal runway diperpanjang menjadi 2.200 meter. Pelabuhan laut juga harus tercapai agar bisa menghubungkan satu pulau dengan pulau lain.
Di Wakatobi sekarang sudah mulai banyak mobil. Sepuluh tahun mendatang akan semakin banyak warga Wakatobi yang punya mobil dan motor dan itu akan menjadi masalah tersendiri karena pencemaran?
Di Pulau Hoga tak boleh ada kendaraan. Di Ibu kota Kabupaten ini mungkin yang bisa dilakukan adalah pembatasan. Keputusan Bupati setiap hari Sabtu tidak ada penggunaan mobil dinas, dan harus pakai sepeda tapi banyak yang melanggar. Saya itu tidak mau keputusan saya dilanggar dan saya marah terus karena saya tanya kenapa Anda tetap pakai mobil dan tidak pakai sepeda? Ada hambatan psikologis yang harus saya pertimbangkan. Setelah naik sepeda hari Sabtu itu kita pungut sampah. Coba perhatikan, jumlah sampah di sini dibandingkan daerah lain pasti lebih sedikit.
Dulu ketika terpilih menjadi Bupati Wakatobi, mengapa ada demo besar-besaran menentang Anda?
Bukan demo. Sebetulnya saya dikhianati. (Hugua lantas bercerita, tapi dia minta off the rerord-Red)
Apa yang mendorong Anda mencalonkan diri jadi bupati?
Untuk menggetarkan Indonesia dan dunia (Hugua tertawa). Konkretnya menyejahterakan Wakatobi untuk Indonesia dan dunia. Bagi saya, saya dan Anda adalah khalifah. Jadi harus memberikan pelayanan dan paling tidak, bisa memimpin untuk diri sendiri dan keluarga. Seberapa besar pelayanan yang Anda berikan, itulah makna khalifah. Menurut saya, kualitas pelayanan sewaktu saya bekerja di LSM sudah bagus, tapi jangkauannya kurang.
Tiga tahun ini, Anda merasa sudah memberikan pelayanan bagus?
Menurut saya sangat.
Apa ukurannya?
Jangan tanya saya, tanyakan orang lain yang ada di sini. Ada kesehatan gratis dan pendidikan gratis menurut ukuran perspektif umum. Walaupun saya katakan berhasil maka penilaian memang bisa tergantung perspektif masing-masing.
Cara kerja Anda dianggap sangat LSM?
Sebetulnya fungsi pemerintah itu kan menyejahterakan rakyat jadi apa pun harus dilakukan bukan tergantung cara kerja ini seperti ini atau apa, tapi bagaimana kita tidak sendiri. Persoalan saya bisa menggaet USAid dan sebagainya, itu butuh keahlian karena saya punya cara untuk memajukan wilayah ini. Lobi yang benar adalah jangan pernah mengemis. Itu falsafah yang harus dilakukan. Ini salah satu pertemuan bergengsi di CTI Forum menurut Stacey Heigh ( orang US Aid ).
Gambar Anda dan keluarga tampil di mana-mana di pulau ini?
Itu untuk KB. Faktanya dua anak. Yang muncul foto saya itu urusan KB selebihnya itu baru terakhir-terakhir ini. Kalau di pameran sebelumnya tak perlu ada foto-foto bupati karena enggak ada yang mau beli.
Bagaimana dengan rencana pembentukan Provinsi Buton Raya?
Kalau saya itu netral, jadi semua di dunia ini netral. Tidak ada keberpihakan sedikit pun kecuali pemihakan pada kesejahteraan dan pembangunan. Jadi saya tak pernah marah kecuali marah. Artinya saya marah itu hanya karena menghilangkan kemarahan agar habis. Karena saya tak punya rasa dendam kepada siapa pun. Oleh karena itu berbicara soal Buton Raya saya enggak berkepentingan apa pun kecuali hal yang menyejahterakan rakyat.
Tak punya rencana mencalonkan jadi Gubernur Buton?
Bukan hanya gubernur, saya itu ingin jadi presiden (tertawa).
Anda banyak berbicara filosofis, buku-buku apa yang sering Anda baca?
Saya salah seorang penggemar Goldman dan Donald Trump. Kalau di pesawat mesti ada buku, terakhir saya baca How You Getting Rich. Prinsip saya, sehebat apa pun Anda, itu tidak akan pernah mengalahkan saya. Kecuali dalam hal matematika, karena saya tak tahu itu permulaannya (tertawa).
Setelah jadi bupati, apa yang berubah?
Setelah saya jadi Bupati hidup saya lebih bahagia karena saya nikmati apa yang saya temukan dalam hidup saya dan pekerjaan ini, teguran istri dan komplain anak saya nikmati. Contohnya tadi malam si kecil menelepon, dia masih SMP. Dia bilang “Apakah ayah lupa kalau besok saya ke Bali ?” Saya bilang “Saya tak lupa hanya perlu diingatkan.” Padahal saya lupa (tertawa ). Karena saya nikmati komunikasi jadi lancar.
Profil :
Nama : Ir. Hugua
Tempat/Tanggal Lahir : Tomia/ 31 Desember 1961
Pendidikan : S1 Agronomi Universitas Halouleho, Kendari
Karir : Bupati Wakatobi ( 2006-sekarang )
Konsultan Pemberdayaan Masyarakat ( 2002-2005 )
Aktivis LSM Sintesa
Istri : Ratna Hugua
Anak : Ayu Berliner Hugua
Deden Sidney Hugua
Aira Dublin Hugua
Penghargaan :
* Konservasi Lingkungan TNC WWF ( 2007 )
* Penghargaan Kabupaten dengan Pemberdayaan
* Masyarakat oleh Departemen Kelautan dan Perikanan
* Penghargaan Satya Lencana Pembangunan (2008)
* Penghargaan MDG’s dari UNDP ( 2009 )
* Penghargaan Destinasi Unik Departemen Pariwisata ( 2009 )
* Penghargaan Tata Ruang Berkelanjutan Dep.PU ( 2009 )
* Penghargaan Leadership Pencapaian MDG’s oleh MenKoKesra ( 2009 )
* Penghargaan Cipta Adi Negara Menpan ( 2009 )
FOTO-FOTO: KORAN JAKARTA/RUSDI MATHAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar