Ada yang kita tidak pahami dalam pembangunan yang melibatkan manusia. Bahwa kita banyak mengabaikan kata-kata, atau tula-tula. Pada hal di ranah inilah kesadaran dapat dibangun. Ada dua hal, pergerakan yang dilakukan tanpa memantapkan kesadaran, sama dengan pekerjaan orang gila. Mereka akan melakukan suatu gerakan tanpa mengetahui subtansi dari suatu gerakan tersebut.
Dalam sejarah, banyak tokoh-tokoh yang sukses dalam pergerakan adalah dimulai dari kebangkitan pemikiran (kesadaran) dan itu tidak mungkin dalam tindakan, tetapi melalui proses pencerahan pemikiran, dan itu berlangsung cukup lama. Hampir setengah dari perjuangan fisik, harus dimulai dari perjuangan untuk memberikan kesadaran. Dengan demikian, perjungan membangun Wakatobi harus dimulai melalui tula-tula, agar orang dapat memahami apa yang akan kita lakukan, kemana tujuan kita, karena masyarakat tidak akan memahami apa yang ingin kita lakukan tanpa memahami kata-kata yang kita ucapkan.
Di samping itu, kegagalan orang-orang dalam perjuangan, adalah ketidakmampun mereka meyakinkan orang untuk bekerja sesuai dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya. dan lebih menyedihkan lagi adalah mereka menyerah dan menyalahkan orang lain, termasuk pemerintah, bahwa mereka tidak diberdayakan.
Selanjutnya, kemiskinan, politik uang, intimidasi, dan segala penyelewengan dalam berbagai pemilu kada, disebabkan karena kurangnya kesadaran dalam berbangsa dan bernegara. Atau mungkinkan bangsa ini telah krisis pemikiran (kesadaran) dan generasi kita seakan alergi dengan apa yang disebut dengan dialog yang multi arah. Untuk itu, ke depan, Wakatobi membutuhkan investasi pengembangan SDM, sehingga terbangun kesadaran bersama bahwa Wakatobi adalah daerah kita yang harus dibangun dalam ranah kebersamaan, bukan dalam ranah kecongkakan melalui upaya untuk selalu menyalahkan orang lain. Hanya benar sendiri, menjastifikasi terhadap sikap sendiri, dan akhirnya menang sendiri.
Andai saja kita semua sama-sama jujur dalam melihat Wakatobi, kampung halaman kita, maka kita harus memulai dialog dengan pemerintah, sekarang dan hasil pilkada ke depan. Sebab tanpa dialog, maka akan terjadi proses pembodohan dan saling mencurigai antara pemerintah, masyarakat, LSM dan teman-teman yang lainnya. Saling klaim, bahwa ini yang benar, itu yang benar untuk Wakatobi, dan dengan dialog atau potapaki, kita dapat menemukan solusi alternatif dalam pemecahan masalah.
Dalam kebudayaan Buton mereka mengenal empat pintu tanah Buton dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam pembangunan Buton di masa lalu. yang pertama adalah GAU, yaitu proses semua masyarakt yang masuk dalam masalah tersebut, berhak untuk mengemukakan pendapatnya, sehingga seluruh informasi dan kepentingan orang dibuka di tengah rapat. Kedua, POMBALA, yaitu proses penyeleksian informasi yang mana yang penting dan utama dalam penyelesaian masalah, ketiga, Musyawarah yaitu proses mempertimbangkan pemecahaman masalahah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan bangsa, serta yang terakhir adalah MUFAKAT, dimana semua orang yang hadir sudah mendapatkan kesepakatan dalam suatu musyawarah. Sehingga mnereka memiliki komitmen yang tinggi dalam melaksanakan hasil keputusan tersebut.
Untuk Itu, pambangunan Wakatobi harus dimulai dari dialog yang terus menerus yang pada akhirnya ketika action di lapangan, semuanya dapat menyadari apa yang dilakukan tersebut, sehingga mereka dapat berpartisipasi secara bersama-sama.
Tentunya Wakatobi, membutuhkan dialog yang terus menerus, walau ini memang yang lemah, karena kita hanya menggunakan pikiran kita, sebab menurut Rasul, jika ada kejahatan, maka kita harus mengubahnya dengan kekuasaan kita, pikiran kita, dan terakhir adalah melaui doa.
Mari kita bangun Wakatobi dengan memulainya dengan pembangunan konsep, mau dibawa kemana itu Wakatobi, kita dengarkan rakyat kita, dan kita yakinkan bahwa kita dapat maju bersama.
Oleh: Sumiman Udu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar